Langsung ke konten utama

KAROMAH KH. ABBAS BUNTET PESANTREN SAAT PERANG 10 NOVEMBER 1945 Bagian 2

 


Setibanya di Stasiun Rembang, Jawa Tengah, sudah banyak yang menunggunya. Rombongan Kiai Abbas lalu diantar ke Pondok Pesantren Kiai Bisri, di Rembang. Usai salat subuh, Pondok Pesantren Rembang sudah ramai oleh santri yang siap mati berjuang melawan penjajah. Rombongan lalu berangkat ke Surabaya. Sebelum ke Surabaya, Kiai Abbas memanggil Abdul Wachid dan meminta sandal bakiak yang dititipkan kepadanya saat di Cirebon. Kiai Abbas lalu berangkat dengan menumpang mobil sedang kuno. Di dalam mobil yang ditumpangi Kiai Abbas juga terdapat Kiai Bisri yang duduk di jok belakang, dan H Achmad Tamin di depan bersama sopir. Sementara para pengawal Kiai Abbas dari Cirebon diminta tinggal berjaga di Pesantren Rembang. Setibanya di Surabaya, rombongan Kiai Abbas disambut dengan gemuruh takbir dan pekik merdeka.


Para kiai lalu masuk ke masjid dan melakukan salat sunnah. Kemudian, Kiai Abbas meminta Kiai H Achmad Tamin berdoa di tepi kolam. Sedangkan kepada Kiai Bisri dari Rembang, Kiai Abbas memohon agar dia memerintahkan para laskar dan pemuda yang akan berjuang melawan penjajah untuk mengambil air wudu dan meminum air yang telah diberi doa. Setelah meminum air yang telah diberi doa, para pemuda yang tergabung dalam Badan Perjuangan Arek-Arek Suroboyo tanpa mengenal takut langsung menyerang tentara Belanda dengan hanya bersenjatakan bambu runcing, dan parang.

Melihat keberanian pemuda Indonesia, para tentara sekutu (Inggris dan NICA) menghamburkan pelurunya ke segala arah. Korban dari kalangan pemuda sangat banyak sekali. Namun banyak juga serdadu Belanda yang tewas di ujung bambu runcing. Dalam pertempuran itu, Kiai Abbas dan para kiai lainnya berada di tempat yang agak tinggi, hingga bisa memantau jalannya pertempuran. Dengan menggunakan sandal bakiak, Kiai Abbas berdiri tegak di halaman masjid sambil berdoa. Dia mengadahkan kedua tangannya ke langit, dan keajaiban terjadi. Beribu-ribu talu (penumbuk padi) dan lesung (tempat padi saat ditumbuk) dari rumah-rumah rakyat berhamburan terbang menerjang serdadu–serdadu Belanda. Suaranya tampak bergemuruh bagaikan air bah, sehingga Belanda kewalahan dan mundur ke kapal induk mereka.

Tidak lama kemudian, pihak sekutu mengirim pesawat bomber Hercules. Akan tetapi pesawat itu tiba-tiba meledak di udara. Beberapa pesawat sekutu berturut-turut datang lagi dengan maksud menjatuhkan bom-bom untuk menghancurkan Kota Surabaya. Tetapi sekali lagi, pesawat-pesawat itu mengalami nasib yang sama, meledak di udara sebelum beraksi. Dalam catatan koran masa perjuangan, apa yang dilakukan Kiai Abbas digambarkan di luar logika. Tetapi bener adanya. Melalui karomahnya, dia meruntuhkan pesawat tentara sekutu hanya dengan mengarahkan tongkatnya ke pesawat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarinah Percayalah Engkau Tidak Sendiri

 Sarinah air matanya menggenang saat ia mengenang suami yang baru 100 hari meninggalkan untuk selamanya akibat kanker hati yang di deritanya. Ini adalah masa sulit Sarinah ia harus merawat dua anak lelaki hasil dari pernikahan. dari balik kaca spion tengah mobil Sarinah mengusap matanya dengan tisu sambil mengendong anak balitanya yanh sedang dipangkuan, sedang anak satunya lagi menikmati pemandangan dari samping kaca jendela. Hari ini adalah hari wisuda sebagai peserta hafalan Quran di sekolahnya. Sarinah semakin sedih saat anak pertamanya mau prosesi wisuda ia malah tiada padahal ini adalah cita-cita ayahnya ingin mempunyai anak yang mempunyai pendidikan agama yang mendalam. Kini dua anaknya yatim, Sarinah seorang diri merawat dan membesarkan kedua anaknya. Untung keluarga dari mendiang suaminya mendukung dan bertanggung jawab untuk tetap meninggali rumah orang tua mendiang suami bersama-sama anaknya.  Rasinah perempuan asal Medan, orang tuanya merantau ke Bogor dia sejak ke...

Tak Tahan Lagi Sarinah Ingin Mengakhiri

#2 Sarinah merasa hatinya tersayat-sayat saat mendengar cerita dari tetangga tentang dirinya, ia merasa kehadiran di rumah menjadi sumber masalah. Hatinya perih ia bertanya-tanya dalam lamunan, "kenapa mama tidak bilang langsung pada saya". Ia menyadari dialah bukan siapa-siapa pil pahit mau tidak mau harus di telan. Kata hatinya ia ingin memeluk mamahnya yang jauh di sana sambil menikmati tungku kayu bakar mengenang masa kecil di pojokan rumah panggung khas suku Melayu beratap seng karat yang bisa menghalau rasa dingin  juga beradaptasi dengan gempa. Selimut tebal mampu menyembunyikan rasa perih di depan anak-anak, sesekali ia menjelma tegar di depannya tapi hatinya begitu lemah dan pilu. Sarinah tak kuasa lagi bertahan di rumah mertua. Saat semuanya menjelma malaikat hati Sarinah begitu bahagia, kesedihan kehilangan suaminya sejenak menghilang, tapi saat mertuanya menjadi iblis rasa ingin keluar jauh-jauh dari rumah ini muncul kembali, yang membuat Sarinah bertahan hanyalah...