Cerita lain, Kiai Abbas pernah menerima tamu seorang preman antek Belanda yang mengancamnya dengan sebuah belati. Saat ditodong, posisi tangan kanan Kiai Abbas sedang memegang Al-Qur’an dan tangan kirinya dijepit oleh preman tersebut. Sementara ujung belati yang tajam menempel tepat di leher Kiai Abbas. Melihat kiainya sedang dalam kondisi bahaya, para santri dan masyarakat Buntet langsung mengelilingi Kiai Abbas. Namun beliau meminta semuanya untuk menyingkir. Kiai Abbas tidak memperlihatkan keraguan sedikit pun saat menjadi tawanan preman itu. Dengan gerakan sangat cepat, hanya dengan sebuah gerakan, dengan Al-Qur’an masih dipegang oleh tangan kanannya, Kiai Abbas bisa menjatuhkan preman tersebut. Saat santri dan masyarakat hendak menghakimi preman itu, Kiai Abbas melarangnya. “Jangan dipukuli, dia orang gila,” ujar Kiai Abbas saat itu. Merasa nyawanya diselamatkan nyawanya dan takjub dengan sikap Kiai Abbas yang tidak memiliki rasa dendam, preman tersebut akhirnya menjadi salah satu murid dan pengawalnya yang setia. Kiai Abbas lahir pada Jumat 24 Zulhijah 1300 H atau 1879 M di Desa Pekalangan, Cirebon dan putra sulung KH. Abdul Jamil yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Buntet Cirebon. Sedari usia kecil, Kiai Abbas adalah seorang santri yang mengelana dari satu pesanteen ke pesantren lainnya. Tercatat pernah menjadi santri di pondok pesantren Sukanasari, Plered, Cirebon. Kemudian ke pondok pesantren Salaf Jatisari pimpinan kiai Hasan. Setelah itu nyantri di pesantren Kiai Ubaidah Tegal, Jawa Tengah.
Kemudian lanjut ke Tebuireng berguru kepada Hadratussyekh Kiai Hasyim ‘Asy’ari. Setelah itu melanjutkan ngajinya ke Mekkah Mukaramah dan berguru kepada beberapa ulama diantaranya KH. Machfudz Termas asal Pacitan, Jatim. Kiai Abbas wafat pada tahun 1365 H/1946 M, di usia 64 tahun, dan dikebumikan di pemakaman pesantren Buntet. (Sumber: wikipedia-berbagai sumber)
Komentar
Posting Komentar