Langsung ke konten utama

KAROMAH KH. ABBAS BUNTET PESANTREN SAAT PERANG 10 NOVEMBER 1945 Bagian 3



Dalam berita Kedaulatan Rakjat yang bersumber dari pihak Inggris, disebutkan bahwa sejak terjadinya pertempuran di Surabaya, sampai dengan 17 Desember 1945, tentara Inggris menderita kerugian 7 pesawat Thunderbolt. Dalam kisah yang lain, dalam pertempuran itu Kiai Abbas menaburkan kerikil dan pasir ke arah tentara Inggris, namun seolah-olah menjadi senjata dan bom dimata lawan, hingga membuat pasukan sekutu lari terbirit-birit. Pada tanggal 13 November 1945, Kiai Abbas dan sejumlah rombongan kiai lainnya tiba dengan selamat di Pondok Pesantren Rembang.

Saat akan menuju Surabaya, Kiai Abbas meminta bungkusan bakiak kepada pengawalnya sekaligus memintanya untuk tidak ikut bergabung ke Surabaya dan tetap menunggu di Rembang. Walaupun semangat juang Abdul Wachid cukup menggelora, tetapi dia tidak berani melawan perintah Sang kiai. Ia tetap tinggal di Rembang, hingga pada 13 November 1945, rombongan santri yang ikut berperang di Surabaya tiba di Rembang. Menurut para santri, Kiai Abbas berperang dengan menggunakan bakiak. Saat Kiai Abbas berdoa, tiba-tiba sejumlah alu dan lesung milik warga yang berukuran besar, berterbangan dan menghantam tentara sekutu. Pesawat yang terbang pun dilumpuhkan hanya dengan lemparan tasbih. Menurut KH Amiruddin, saat perang 10 November, Kiai Abbas dengan karomahnya, bukan hanya berada di satu tempat, tapi di dua tempat. Di pusat kota dan di pesisir pantai Surabaya. Di pesisir pantai itulah, Kiai Abbas menghancurkan puluhan pesawat milik sekutu dengan hanya mengibaskan sorbannya ke arah langit.

Kesaktian bakiak milik Kiai Abbas tidak hanya terjadi di pertempuran 10 November 1945, tapi juga saat Kiai Abbas bertanding silat. Menurut KH Amiruddin Abkari, Buntet itu memiliki aliran sendiri dengan nama Pencak Silat Buntet. Ia menuturkan tentang sosok Mang Kisom, pendekar silat asal Buntet yang juga pernah menjadi gurunya. Dari Mang Kisom inilah diperoleh kisah kehebatan pencak silat Buntet dan bakiak Kiai Abbas.

Menurut Mang Kisom, Kiai Abbas selalu menjajal kemampuan murid-muridnya terkait kemampuan silat. Kiai Abbas sering meminta murid-muridnya untuk mengeroyoknya, untuk menjajal kemampuan silat yang sudah dikuasai. Sebelum memulai, Kiai Abbas selalu mengganti sandalnya dengan bakiak terlebih dahulu. “Jadi sebelum bertarung, Kiai Abbas meminta diambilkan bakiak miliknya,” ujar Mang Kisom, seperti yang diceritakan oleh KH. Amiruddin Abkari. Walaupun dikeroyok oleh lima orang, mereka tersungkur tanpa ada yang bisa menempelkan tangan atau kakinya ke badan Kiai Abbas. Menurut Mang Kisom, kaki Kiai Abbas seperti tidak menempel di tanah. Gerakannya sangat cepat dan pukulannya juga mematikan. “Kalau bertarung dengan Kiai Abbas, tidak ada yang pernah berhasil menyentuh badannya,” kata Mang Kisom.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarinah Percayalah Engkau Tidak Sendiri

 Sarinah air matanya menggenang saat ia mengenang suami yang baru 100 hari meninggalkan untuk selamanya akibat kanker hati yang di deritanya. Ini adalah masa sulit Sarinah ia harus merawat dua anak lelaki hasil dari pernikahan. dari balik kaca spion tengah mobil Sarinah mengusap matanya dengan tisu sambil mengendong anak balitanya yanh sedang dipangkuan, sedang anak satunya lagi menikmati pemandangan dari samping kaca jendela. Hari ini adalah hari wisuda sebagai peserta hafalan Quran di sekolahnya. Sarinah semakin sedih saat anak pertamanya mau prosesi wisuda ia malah tiada padahal ini adalah cita-cita ayahnya ingin mempunyai anak yang mempunyai pendidikan agama yang mendalam. Kini dua anaknya yatim, Sarinah seorang diri merawat dan membesarkan kedua anaknya. Untung keluarga dari mendiang suaminya mendukung dan bertanggung jawab untuk tetap meninggali rumah orang tua mendiang suami bersama-sama anaknya.  Rasinah perempuan asal Medan, orang tuanya merantau ke Bogor dia sejak ke...

Tak Tahan Lagi Sarinah Ingin Mengakhiri

#2 Sarinah merasa hatinya tersayat-sayat saat mendengar cerita dari tetangga tentang dirinya, ia merasa kehadiran di rumah menjadi sumber masalah. Hatinya perih ia bertanya-tanya dalam lamunan, "kenapa mama tidak bilang langsung pada saya". Ia menyadari dialah bukan siapa-siapa pil pahit mau tidak mau harus di telan. Kata hatinya ia ingin memeluk mamahnya yang jauh di sana sambil menikmati tungku kayu bakar mengenang masa kecil di pojokan rumah panggung khas suku Melayu beratap seng karat yang bisa menghalau rasa dingin  juga beradaptasi dengan gempa. Selimut tebal mampu menyembunyikan rasa perih di depan anak-anak, sesekali ia menjelma tegar di depannya tapi hatinya begitu lemah dan pilu. Sarinah tak kuasa lagi bertahan di rumah mertua. Saat semuanya menjelma malaikat hati Sarinah begitu bahagia, kesedihan kehilangan suaminya sejenak menghilang, tapi saat mertuanya menjadi iblis rasa ingin keluar jauh-jauh dari rumah ini muncul kembali, yang membuat Sarinah bertahan hanyalah...