Dalam memahami bencana, saya selalu berpegang pada konsep bahwa bencana terjadi, dengan segala bentuk korbannya, bukan semata karena ancamannya. Tapi juga karena faktor kerentanan warga, minimnya kapasitas, dan faktor kebijakan.
Dalam melihat bencana Covid, ada banyak hal yang membuat korban terus meningkat, yang bukan semata karena virusnya.
Di antaranya, ada soal kerentanan warga akibat kebijakan politik ekonomi dan ketersediaan supporting system. Naomi Klein tidak akan menggugat dan menulis dengan tajam “The Shock Doctrine, The Rise of Disaster Capitalism” kalau ia tidak melihat kaitan kuat antara bencana dengan soal-soal politik ekonomi.
Sederhananya, mereka yang lemah secara ekonomi dan akses sumberdaya, sangat mungkin tidak akan punya banyak tenaga menghadapi pandemi. Mereka pasrah pada takdir ketika harga tabung oksigen dan obat-obatan melangit dan tidak bisa (tidak mau?) dikontrol negara. Tanyalah ke para Nakes dan Relawan.
Karenanya saya menolak wacana "The New Normal" atau "Adaptasi Baru," karena dalam pandangan saya, masa sebelum pandemi sudah banyak yang tidak normal, tidak adil. Kenormalan apa yang harus diperbaharui? Kita diminta beradaptasi dengan ketidakadilan?
Saya mengajukan wacana tanding “Perubahan Baru,” di mana banyak hal harus diubah. Yang tidak adil dibuat adil. Yang oligarkis dan nepotis dihempaskan ke liang lahat. Yang merusak hutan dan wilayah adat dicabut dan dimusnahkan. Ekonomi kecil rumah tangga dan lainnya didukung dan diperkuat. Berhenti mendukung Kraken-Kraken oligarkis. Mulai dengan yang baru dengan visi berkarakter kuat.
Saya juga menolak wacana "Bersama Melawan Covid." Siapa yang mampu melawan makhluk tak kasat mata? Sudah masuk tahun kedua, kita keok terpuruk dengan ribuan korban berjatuhan, tanpa sedikitpun tanda Corona akan lempar handuk menyerah. Mau lawan apa dengan mindset lama penuh dengan jaring birokrasi ruwet. Ini bukan perang dar der dor.
“Mari Hadapi Bersama” makhluk jahanam ini. Itu wacana yang saya anut. Saya tidak akan melawan, karena pasti kalah atau susah menangnya.
Bagaimana menghadapinya?
Dengan tetap menganggap penting kewaspadaan hidup sehat dan selalu berusaha ngeles dari ancaman Covid, syarat kuat yang saya sebut di atas juga penting dan strategis.
Dukung dan perkuat semua potensi ketangguhan rakyat. Pendekatan ini sangat mungkin akan berdampak pada munculnya ketangguhan ekonomi yang adil dan merata di masa depan, insya Allah.
“Fainna ma'al usri, yusran.” Dalam setiap kesusahan, pasti ada jalan keluar. Inilah ujian nyata seorang pemimpin.
Negarawan itu berfikir tentang masa depan bangsa. Politisi penguasa berfikir bagaimana bisa menang dan tetap berkuasa hari ini.
Penulis: Saleh Abdullah.
Sumber: https://www.facebook.com/saleh.abdullah.7121
Komentar
Posting Komentar